Jamu Tradisional dan Sejarahnya di Madura

Banyak jenis jamu tradisional yang dapat menjaga dan meningkatkan kekebalan dan kekebalan tubuh agar tidak sakit. Dengan perubahan musim dan cuaca yang tidak menentu ini, sangat penting untuk tetap sehat. Selama tubuh memiliki pertahanan dan sistem kekebalan tubuh maka tidak akan sakit.

Jamu tradisional tidak hanya mudah untuk diracik, tetapi bahan untuk membuatnya juga sangat mudah ditemukan. Beberapa bahan herbal atau rempah-rempah yang dapat digunakan untuk membuat ramuan ini tersedia di dapur. Salah satunya adalah jamu ramuan Madura.

Sejarah Jamu di Madura

Jamu juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa Timur, khususnya Pulau Madura. Jamu berasal dari kata Jawa kuno 'jampi' dan 'usodo', yang berarti penyembuhan dengan obat-obatan dan ramuan. 

Sekitar abad ke-15 di abad Pertengahan, istilah usodo jarang digunakan, tetapi istilah jampi mulai populer di kalangan keraton. Istilah jamu diperkenalkan oleh tabib pengobatan tradisional. 

Seiring berjalannya waktu, obat-obatan herbal yang semula dikenal di lingkungan keraton masih digunakan secara terbatas, namun akhirnya muncul dari lingkungan keraton. 

Jamu terbuat dari bahan alami seperti rimpang (akar), daun, kulit batang dan buah. Namun ada juga yang menggunakan bahan dari tubuh hewan seperti empedu kambing atau tangkur buaya. 

Jamu yang beredar di pasaran di daerah Madura dapat dibagi menjadi empat kelompok utama yaitu,

  • Jamu kuat dan sehat untuk pria 
  • Jamu kewanitaan dan habis bersalin
  • Jamu perawatan tubuh dan kecantikan 
  • Jamu untuk melancarkan ASI

Jamu tradisional sudah sangat dipercaya dapat menyehatkan dan memiliki khasiat yang luar biasa penggunaanya pada tubuh. Berikut ini beberapa produsen jamu yang terdapat di Madura, yang sudah terkenal turun temurun dan masih ada sampai saat ini. 

Jamu Mbah Ratinah

Di Pamekasan, Hj Sumiati merupakan salah satu produsen jamu tradisional Madura yang mulai memproduksi jamu sejak tahun 1977. Ia belajar dari neneknya, Mbah Rantinah asal Blitar. 

Saat itu, Mba Rantinah membuat jamu untuk dirinya dan anak cucunya hanya dari bahan-bahan dari kebun di sekitar rumahnya. Mbah Rantinah dikenal sebagai dukun bersalin. 

Saat tetangga melahirkan, Mbah Rantinah memijat bayinya dan membuat jamu bersalin. Pekerjaan itu ia geluti sejak di Blitar hingga pindah bersama suaminya ke Jember. Sepeninggal suaminya, Mba Ratinah menemani putranya ke Pamekasan pada tahun 1960.

Dia terus bekerja sebagai dokter kandungan tradisional, menciptakan obat-obatan herbal untuk wanita saat melahirkan. Mbah Rantinah kemudian mencoba menjual jamu seperti jamu cekok, temulawak, kunir dan bumbu gulai.

Tongkat Ajimat Madura

Jamu Madura juga tak lepas dari Hj Hayati yang berjualan jamu Madura Sari di Desa Rongtengah, Kecamatan Sampang. Terlahir dari keluarga pecinta jamu tradisional Madura, Hayati adalah pewaris ketiga bisnis jamu yang dimulai keluarganya 100 tahun lalu.

Ia mengaku prihatin karena jamu tradisional Madura tidak mengutamakan kualitas dan justru mengandung bahan kimia dalam jumlah tidak proporsional yang beredar di masyarakat luas.

Dari 6 jenis jamu yang diwarisi dari orang tuanya, ia telah mengembangkan menjadi 30 jenis jamu dalam kemasan yang lebih modern. Salah satunya dikemas dalam bentuk tablet agar lebih mudah ditelan. 

Produk jamu yang diproduksi oleh Madura Sari adalah tongkat madura, empot empot, galian rapet wangi, galian singset, jamu kecantikan, jamu penyubur, dan sebagainya. 

Variasi produk herbal yang paling banyak diminati konsumen adalah jenis obat herbal yang berhubungan dengan kesehatan wanita dan berbagai jamu untuk mengatasi masalah organ intim wanita.


Posting Komentar

0 Komentar